Nama : Nita Ratnasari
NPM : 25212355
Kelas : 2EB23
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam kehidupan bermasyarakat, seringkali kita
dihadapkan dengan kondisi perlawanan dari pihak luar, kondisi ini disebut
dengan konflik. Konflik yang terjadi di kehidupan sehari-hari semakin membuat
pekerjaan penegak hukum semakin berat apabila seluruh konflik tersebut
diselesaikan di peradilan. Untuk itu diambil langkah dalam penyelesaian konlik
atau sengketa tersebut.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian dari sengketa ?
2.
Bagaimana menyelesaikan sengketa dengan cara negosiasi
?
3.
Bagaimana menyelesaikan sengketa dengan cara mediasi ?
4.
Bagaimana menyelesaikan sengketa dengan cara arbitrase
?
5.
Apa perbedaan antara perundingan, arbitrase dan
ligitasi ?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian dari sengketa
2.
Untuk mengetahui cara menyelesaikan sengketa dengan
negosiasi
3.
Untuk mengetahui cara menyelesaikan sengketa dengan
mediasi
4.
Untuk mengetahui cara menyelesaikan sengketa dengan
arbitrase
5.
Untuk mengetahui perbedaan perundingan arbitrase
dengan ligitasi
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Sengketa
Pengertian
sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik,
Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang,
kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
Pertentangan
atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang
mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan,
yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Sedangkan
menurut Ali Achmad berpendapat :
Sengketa
adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang
berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat
hukum bagi keduanya.
Dari kedua
pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku pertentangan
antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan
karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya
2. Penyelesaian
Sengketa
Sengketa
dimulai ketika satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lain. Ketika pihak yang
merasa dirugikan menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak kedua dan pihak
kedua tsb menunjukkan perbedaan pendapat maka terjadilah perselisihan atau
sengketa.
Sengketa
dapat diselesaikan melalui cara-cara formal yang berkembang menjadi proses
adjudikasi yang terdiri dari proses melalui pengadilan dan arbitrase atau cara
informal yang berbasis pada kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa melalui
negosiasi dan mediasi.
2.1 Negosiasi
Negosiasi adalah suatu bentuk pertemuan antara dua
pihak: pihak kita dan pihal lawan dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari
hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.
Pola Perilaku dalam Negosiasi:
1.
Moving against (pushing): menjelaskan, menghakimi,
menantang, tak menyetujui, menunjukkan kelemahan pihak lain.
2.
Moving with (pulling): memperhatikan, mengajukan
gagasan, menyetujui, membangkitkan motivasi, mengembangkan interaksi.
3.
Moving away (with drawing): menghindari konfrontasi,
menarik kembali isi pembicaraan, berdiam diri, tak menanggapi pertanyaan.
4.
Not moving (letting be): mengamati, memperhatikan,
memusatkan perhatian pada “here and now”, mengikuti arus, fleksibel,
beradaptasi dengan situasi.
Ketrampilan Negosiasi:
1.
Mampu melakukan empati dan mengambil kejadian seperti
pihak lain mengamatinya.
2.
Mampu menunjukkan faedah dari usulan pihak lain
sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi bersedia mengubah
pendiriannya.
3.
Mampu mengatasi stres dan menyesuaikan diri dengan
situasi yang tak pasti dan tuntutan di luar perhitungan.
4.
Mampu mengungkapkan gagasan sedemikian rupa sehingga
pihak lain akan memahami sepenuhnya gagasan yang diajukan.
5.
Cepat memahami latar belakang budaya pihak lain dan
berusaha menyesuaikan diri dengan keinginan pihak lain untuk mengurangi
kendala.
Negosiasi dan Hiden Agenda:
Dalam negosiasi tak tertutup kemungkinan masing-masing
pihak memiliki hiden agenda.
Hiden agenda adalah gagasan tersembunyi/ niat
terselubung yang tak diungkapkan (tak eksplisit) tetapi justru hakikatnya
merupakan hal yang sesungguhnya ingin dicapai oleh pihak yang bersangkutan.
Negosiasi dan Gaya Kerja
1.
Cara bernegosiasi yang dilakukan oleh seseorang sangat
dipengaruhi oleh gaya kerjanya.
2.
Kesuksesan bernegosiasi seseorang didukung oleh
kecermatannya dalam memahami gaya kerja dan latar belakang budaya pihak lain.
Fungsi Informasi dan Lobi dalam Negosiasi
1.
Informasi memegang peran sangat penting. Pihak yang
lebih banyak memiliki informasi biasanya berada dalam posisi yang lebih
menguntungkan.
2.
Dampak dari gagasan yang disepakati dan yang akan
ditawarkan sebaiknya dipertimbangkan lebih dulu.
3.
Jika proses negosiasi terhambat karena adanya hiden
agenda dari salah satu/ kedua pihak, makalobying dapat dipilih untuk menggali
hiden agenda yang ada sehingga negosiasi dapat berjalan lagi dengan gagasan
yang lebih terbuka.
2.2 Mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui
proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang
tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri
utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah
atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau
konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu
gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya
harus memperoleh persetujuan dari para pihak.
Prosedur Untuk Mediasi
1.
Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis
hakim oleh ketua, kemudian majelis hakim membuat penetapan untuk mediator
supaya dilaksanakan mediasi.
2.
Setelah pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan
mediasi kepada mediator berikut pihak-pihak yang berperkara tersebut.
3.
Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak
yang berperkara supaya perkara ini diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha
mengurangi kerugian masing-masing pihak yang berperkara.
4.
Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil
perdamaian atau tidak pada hari ke 22 harus menyerahkan kembali kepada majelis
yang memberikan penetapan.
Jika terdapat perdamaian, penetapan perdamaian tetap
dibuat oleh majelis.
Mediator
Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak
dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian
sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
Ciri-ciri penting dari mediator adalah :
1.
Netral
2.
Membantu para pihak
3.
Tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian.
Jadi, peran mediator hanyalah membantu para pihak
dengan cara tidak memutus atau memaksakan pandangan atau penilaiannya atas
masalah-masalah selama proses mediasi berlangsung kepada para pihak.
Tugas Mediator
1.
Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan
mediasi kepada para pihakuntuk dibahas dan disepakati.
2.
Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara
langsung berperan dalam proses mediasi.
3.
Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan
kaukus atau pertemuan terpisah selama proses mediasi berlangsung.
4.
Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri
dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang
terbaik bagi para pihak.
Daftar Mediator
Demi kenyamanan para pihak dalam menempuh proses
mediasi, mereka berhak untuk memilih mediator yang akan membantu menyelesaikan
sengketa.
1.
Untuk memudahkan para pihak memilih mediator, Ketua
Pengadilan menyediakan daftar mediator yang sekurang-kurangnya memuat 5(lima)
nama dan disertai dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman dari para
mediator.
2.
Ketua Pengadilan menempatkan nama-nama hakim yang
telah memiliki sertifikat dalam daftar mediator.
3.
Jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak
ada hakim dan bukan hakim yang bersertifikat, semua hakim pada pengadilanyang bersangkutan
dapat ditempatkan dalam daftar mediator.
4.
Kalangan bukan hakim yang bersertifikat dapat
mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan agar namanya ditempatkan dalam
daftar mediator pada pengadilan yang bersangkutan.
5.
Setelah memeriksa dan memastikan keabsahan sertifikat,
Ketua Pengadilan menempatkan nama pemohon dalam daftar mediator.
6.
Ketua Pengadilan setiap tahun mengevaluasi dan
memperbarui daftar mediator.
7.
Ketua Pengadilan berwenang mengeluarkan nama mediator
dari daftar mediator berdasarkan alasan-alasan objektif, antara lain karena
mutasi tugas, berhalangan tetap, ketidakaktifan setelah penugasan dan
pelanggaran atas pedoman perilaku.
Honorarium Mediator
1.
Penggunaan jasa mediator hakim tidak dipungut biaya.
2.
Uang jasa mediator bukan Hakim ditanggung bersama oleh
para pihak berdasarkan kesepakatan para pihak.
2.3 Arbitrase
Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 1999, arbitrase
merupakan cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum yang
didasarkan perjanjian arbitrase secara tertulis oleh pihak yang bersengketa.
Perjanjian arbitrase merupakan kesepakatan berupa klausula arbitrase yang
tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum atau
setelah timbul sengeketa.
Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal
walaupun disebabkan oleh suatu keadaan seperti di bawah ini:
1.
Salah satu pihak meninggal
2.
Salah satu pihak bangkrut
3.
Pembaharuan utang (novasi)
4.
Salah satu pihak tidak mampu membayar (insolvensi)
5.
Pewarisan
6.
Berlakunya syarat hapusnya perikatan pokok
7.
Bilamana pelaksanaan perjanjian tsb dialihtugaskan
pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase
tsb
8.
Berakhir atau batalnya perjanjian pokok
Dua jenis arbitrase:
1.
Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunter
Arbitrase ini merupakan arbitrase bersifat insidentil
yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan perselisihan tertentu.
Kedudukan dan keberadaan arbitrase ini hanya untuk melayani dan memutuskan
kasus perselisihan tertentu, setelah sengketa selesai maka keberadaan dan
fungsi arbitrase ini berakhir dengan sendirinya.
2.
Arbitarse institusional
Arbitrase ini merupakan lembaga permanen yang tetap
berdiri untuk selamanya dan tidak bubar meski perselisihan yang ditangani telah
selesai.
Pemberian pendapat oleh lembaga arbitrase menyebabkan
kedua belah pihak terikat padanya. Apabila tindakannya ada yang bertentangan
dengan pendapat tersebut maka dianggap melanggar perjanjian, sehingga terhadap
pendapat yang mengikat tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum atau
perlawanan baik upaya hukum banding atau kasasi.
Sementara itu, pelaksanaan putusan arbitrase nasional
dilakukan dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal putusan
ditetapkan. Dengan demikian, lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase
diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada panitera
pengadilan negeri dan oleh panitera diberikan catatan yang berupa akta
pendaftaran.
Putusan arbitrase bersifat final, dibubuhi pemerintah
oleh ketua pengadilan negeri untuk dilaksanakan sesuai ketentuan pelaksanaan putusan dalam perkara perdata
yang keputusannya telah memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak,
tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali.
Dalam hal pelaksanaan keputusan arbitrase internasional
berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 1999, yang berwenang menangani masalah pengakuan
dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional adalah Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat.
Sementara itu berdasarkan Pasal 66 UU Nomor 30 Tahun
1999, suatu putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat
dilaksanakan di wilayah hukum RI, jika telah memenuhi persyaratan sbb:
putusan
arbitrase internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu
negara yang dengan Negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara
bilateral maupun multilateral mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan
arbitrase internasional
putusan
arbitrase internasaional terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum
Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan
putusan
arbitrase internasional hanya dapat dilakukan di Indonesia dan keputusannya
tidak bertentangan dengan ketertiban umum
putusan
arbitrase internasonal dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh
eksekutor dari ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan
secara tertulis dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak hari pernyataan
dan pendaftaran putusan arbitrase kepada panitera pengadilan negeri dimana
permohonan tsb diajukan kepada ketua pengadilan negeri.
Terhadap putusan pengadilan negeri dapat diajukan
permohonan banding ke MA mempertimbangkan serta memutuskan permohonan banding
tsb diterima oleh MA.
3. Perbedaan
Perundingan, Arbitrase dan Ligitasi
a. Negosiasi
atau perundingan
Negosiasi
adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling
melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara kompromi
tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa
tersebut secara baik.
b. Litigasi
adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang
terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh
hakim. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution
(solusi yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan
putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain
menjadi pihak yang kalah. Kebaikan dari sistem ini adalah:
1.
Ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas (karena
sistem peradilan di Indonesia terbagi menjadi beberapa bagian yaitu peradilan
umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan Tata Usaha Negara
sehingga hampir semua jenis sengketa dapat diperiksa melalui jalur ini)
2.
Biaya yang relatif lebih murah (Salah satu azas
peradilan Indonesia adalah Sederhana, Cepat dan Murah)
Sedangkan
kelemahan dari sistem ini adalah:
1.
Kurangnya kepastian hukum (karena terdapat hierarki
pengadilan di Indonesia yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah
Agung dimana jika Pengadilan Negeri memberikan putusan yang tidak memuaskan
salah satu pihak, pihak tersebut dapat melakukan upaya hukum banding ke
Pengadilan Tinggi atau kasasi ke Mahkamah Agung sehingga butuh waktu yang
relatif lama agar bisa berkekuatan hukum tetap)
2.
Hakim yang "awam" (pada dasarnya hakim harus
paham terhadap semua jenis hukum. namun jika sengketa yang terjadi terjadi pada
bidang yang tidak dikuasai oleh hakim, maka hakim tersebut harus belajar lagi.
Hal ini dikarenakan para pihak tidak bisa memilih hakim yang akan memeriksa
perkara. Tentunya hal ini akan mempersulit penyusunan putusan yang adil sesuai
dengan bidang sengketa. Hakim juga tidak boleh menolak untuk memeriksa suatu
perkara karena hukumnya tidak ada atau tidak jelas. Jadi tidak boleh ada hakim
yang menolak perkara. apalagi hanya karena dia tidak menguasai bidang sengketa
tersebut.)
Berdasarkan
konsekuensi bahwa putusan hakim akan memenangkan salah satu pihak dan
mengalahkan pihak yang lain, maka berdasarkan hukum acara perdata di Indonesia
Hakim wajib memerintahkan para pihak untuk melaksanakan mediasi (nanti akan
dibahas lebih lanjut) untuk mendamaikan para pihak. Jika tidak dicapai
perdamaian maka pemeriksaan perkara akan dilanjutkan. Meskipun pemeriksaan
perkara dilanjutkan kesempatan untuk melakukan perdamaian bagi para pihak tetap
terbuka (dan hakim harus tetap memberikannya meskipun putusan telah disusun dan
siap untuk dibacakan). Jika para pihak sepakat untuk berdamai, hakim membuat
akta perdamaian (acte van daading) yang pada intinya berisi para pihak harus
menaati akta perdamaian tersebut dan tidak dapat mengajukan lagi perkara
tersebut ke pengadilan. Jika perkara yang sama tersebut tetap diajukan ke
pengadilan maka perkara tersebut akan ditolak dengan alasan ne bis in idem
(perkara yang sama tidak boleh diperkarakan 2 kali) karena akta perdamaian
tersebut berkekuatan sama dengan putusan yang final dan mengikat (tidak dapat
diajukan upaya hukum).
c.Arbitrase
Arbitrase
adalah cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja
litigasi ini bisa dikatakan sebagai "litigasi swasta" Dimana yang
memeriksa perkara tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter. Untuk dapat
menempuh prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah "klausula
arbitrase" di dalam perjanjian yang dibuat sebelum timbul sengketa akibat
perjanjian tersebut, atau "Perjanjian Arbitrase" dalam hal sengketa tersebut
sudah timbul namun tidak ada klausula arbitrase dalam perjanjian sebelumnya.
Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase tersebut berisi bahwa para pihak
akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sehingga menggugurkan kewajiban
pengadilan untuk memeriksa perkara tersebut. Jika perkara tersebut tetap
diajukan ke Pengadilan maka pengadilan wajib menolak karena perkara tersebut
sudah berada di luar kompetensi pengadilan tersebut akibat adanya klausula
arbitrase atau perjanjian arbitrase. Beberapa keunggulan arbitrase dibandingkan
litigasi antara lain:
1.
Arbitrase relatif lebih terpercaya karena Arbiter
dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Arbiter dipilih oleh para pihak
sendiri dan merupakan jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh pejabat peradilan
manapun. Dalam hal para pihak tidak bersepakat dalam menentukan arbiter maka
arbiter akan ditunjuk oleh ketua Pengadilan Negeri. Hal ini berbeda dengan
litigasi karena para pihak tidak dapat memilih hakim yang memeriksa perkara.
Calon arbiter yang ditunjuk juga boleh menolak penunjukan tersebut.
2.
Arbiter merupakan orang yang ahli di bidangnya
sehingga putusan yang dihasilkan akan lebih cermat. Dalam Undang-undang Nomor
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dinyatakan
bahwa salah satu syarat untuk menjadi arbiter adalah berpengalaman aktif di
bidangnya selama 15 tahun. Hal ini tentunya berbeda dengan hakim yang mungkin
saja tidak menguasai bidang yang disengketakan sehingga harus belajar bidang
tersebut sebelum memeriksa perkara.
3.
Kepastian Hukum lebih terjamin karena putusan
arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak. Pihak yang tidak puas dengan
putusan arbitrase tidak dapat mengajukan upaya hukum. namun putusan tersebut
dapat dibatalkan jika terjadi hal-hal tertentu seperti dinyatakan palsunya
bukti-bukti yang dipakai dalam pemeriksaan setelah putusan tersebut dijatuhkan
atau putusan tersebut dibuat dengan itikad tidak baik dari arbiter.
Sedangkan
kelemahannya antara lain:
1.
Biaya yang relatif mahal karena honorarium arbiter
juga harus ditanggung para pihak (atau pihak yang kalah)
2.
Putusan Arbitrase tidak mempunyai kekuatan
eksekutorial sebelum didaftarkan ke Pengadilan Negeri.
3.
Ruang lingkup arbitrase yang terbatas hanya pada
sengketa bidang komersial (perdagangan, ekspor-impor, pasar modal, dan
sebagainya)
BAB
III
PENUTUP
Melalui penjelasan yang
sudah ada saya dapat mengambil kesimpulan yaitu dalam penyelesaian Sengketa
dalam Ekonomi dapat dilakukan dengan beberapa cara diantarnya melalui :
1. Negosiasi – >
Suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihak lawan dimana
kedua belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan kedua
pihak.
2. Mediasi – > Pihak
netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai
kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian
3. Arbitrase – >
Kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan.
Perbedaan ketiga
terletak dari peran mereka dalam menyelesaikan suatu pertikain yang ada.
Negosiasi tidak menggunakan pihak ketiga untuk menyelesaikan suatu pertikaian,
Arbitrase diantara kedua pihak yang bertikai memerlukan pihak ketiga untuk
menyelesaikan permasalahan mereka tetapi peran pihak ketiga ini hanya sebagai
pemberi saran dan tidak mempunyai kekuatan untuk memutuskan suatu pertikaian
tersebut. Sedangkan Arbitrase ialah Pihak ketiga yang dibutuhkan antara kedua
pihak yang bertikai dan mempunyai kekuatan hukum yang kuat untuk memutuskan
suatu permasalahan yang ada karena mereka tidak dapat menyelesaikan perikaian
tersebut.
Referensi:
Terima kasih atas informasinya " jadi nambah" pengetahuan
BalasHapus