Nama :
Nita Ratnasari
NPM :
25212355
Kelas :
4eb23
1. Governance
System
Ethical
Governance (Etika Pemerintahan) adalah Ajaran untuk berperilaku yang baik dan
benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia.
Dalam Ethical Governance (Etika Pemerintahan) terdapat juga masalah kesusilaan
dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya. Kesusilaan
adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Suara hati manusia
menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk, tergantung pada
kepribadian atau jati diri masing-masing. Manusia berbuat baik atau berbuat
buruk karena bisikan suara hatinya (consienceofman).
Kesusilaan mendorong manusia untuk kebaikan akhlaknya, misalnya mencintai orang tua, guru, pemimpin dan lain-lain, disamping itu kesusilaan melarang orang berbuat kejahatan seperti mencuri, berbuat cabul dan lain-lain. Kesusilaan berasal dari ethos dan esprit yang ada dalam hati nurani. Sanksi yang melanggar kesusilaan adalah batin manusia itu sendiri, seperti penyesalan, keresahan dan lain-lain. Saksi bagi mereka yang melanggar kesopanan adalah dari dalam diri sendiri, bukan dipaksakan dari luar dan bersifat otonom. Kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul karena ingin menyenangkan orang lain, pihak luar, dalam pergaulan sehari-hari bermasyarakat, berpemerintahan dan lain-lain. Kesopanan dasarnya adalah kepantasan, kepatutan, kebiasaan, keperdulian, kesenonohan yang berlaku dalam pergaulan (masyarakat, pemerintah, bangsa dan negara). Kesopanan disebut pula sopan santun, tata krama, adat, costum, habit. Kalau kesusilaan ditujukan kepada sikap batin (batiniah), maka kesopanan dititik beratkan kepada sikap lahir (lahiriah) setiap subyek pelakunya, demi ketertiban dan kehidupan masyarakat dalam pergaulan. Tujuan bukan pribadinya akan tetapi manusia sebagai makhluk sosial (communal, community, society, group, govern dan lain-lain), yaitu kehidupan masyarakat, pemerintah, berbangsa dan bernegara. Sanksi terhadap pelanggaran kesopanan adalah mendapat celaan di tengah-tengah masyarakat lingkungan, dimana ia berada, misalnya dikucilkan dalam pergaulan. Sanksi dipaksakan oleh pihak luar (norma, kaedah yang ada dan hidup dalam masyarakat). Sanksi kesopanan dipaksakan oleh pihak luar oleh karena itu bersifat heretonom. Khususnya dalam masa krisis atau perubahan, prinsip pemerintahan dan fundamental etikanya di dalam masyarakat sering kali dipertanyakan dan kesenjangan antara ideal dan kenyataan ditantang. Belum lagi, kita mengerti diskusi Etika Pemerintahan sebagai diskursus berjalan dalam pengertian bersama tentang apa yang membuat pemerintahan itu baik, dan langkah konkrit yang mana yang harus dilakukan dalam rangka berangkat dari konsensus bersama ke pemerintahan praktis itu adalah indikator demokrasi dan masyarakat multidimensi.
Kesusilaan mendorong manusia untuk kebaikan akhlaknya, misalnya mencintai orang tua, guru, pemimpin dan lain-lain, disamping itu kesusilaan melarang orang berbuat kejahatan seperti mencuri, berbuat cabul dan lain-lain. Kesusilaan berasal dari ethos dan esprit yang ada dalam hati nurani. Sanksi yang melanggar kesusilaan adalah batin manusia itu sendiri, seperti penyesalan, keresahan dan lain-lain. Saksi bagi mereka yang melanggar kesopanan adalah dari dalam diri sendiri, bukan dipaksakan dari luar dan bersifat otonom. Kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul karena ingin menyenangkan orang lain, pihak luar, dalam pergaulan sehari-hari bermasyarakat, berpemerintahan dan lain-lain. Kesopanan dasarnya adalah kepantasan, kepatutan, kebiasaan, keperdulian, kesenonohan yang berlaku dalam pergaulan (masyarakat, pemerintah, bangsa dan negara). Kesopanan disebut pula sopan santun, tata krama, adat, costum, habit. Kalau kesusilaan ditujukan kepada sikap batin (batiniah), maka kesopanan dititik beratkan kepada sikap lahir (lahiriah) setiap subyek pelakunya, demi ketertiban dan kehidupan masyarakat dalam pergaulan. Tujuan bukan pribadinya akan tetapi manusia sebagai makhluk sosial (communal, community, society, group, govern dan lain-lain), yaitu kehidupan masyarakat, pemerintah, berbangsa dan bernegara. Sanksi terhadap pelanggaran kesopanan adalah mendapat celaan di tengah-tengah masyarakat lingkungan, dimana ia berada, misalnya dikucilkan dalam pergaulan. Sanksi dipaksakan oleh pihak luar (norma, kaedah yang ada dan hidup dalam masyarakat). Sanksi kesopanan dipaksakan oleh pihak luar oleh karena itu bersifat heretonom. Khususnya dalam masa krisis atau perubahan, prinsip pemerintahan dan fundamental etikanya di dalam masyarakat sering kali dipertanyakan dan kesenjangan antara ideal dan kenyataan ditantang. Belum lagi, kita mengerti diskusi Etika Pemerintahan sebagai diskursus berjalan dalam pengertian bersama tentang apa yang membuat pemerintahan itu baik, dan langkah konkrit yang mana yang harus dilakukan dalam rangka berangkat dari konsensus bersama ke pemerintahan praktis itu adalah indikator demokrasi dan masyarakat multidimensi.
2. Budaya
Etika
Gambaran mengenai perusahaan, mencerminkan
kepribadian para pimpinannya Budaya etika adalah perilaku yang etis. Penerapan
budaya etika dilakukansecara top-down. Langkah-langkah penerapan :
Penerapan Budaya
Etika Corporate Credo : Pernyataan ringkas
mengenai nilai-nilai yang dianut dan ditegakkan perusahaan.
Komitmen Internal :
·
Perusahaan
terhadap karyawan
·
Karyawan
terhadap perusahaan
·
Karyawan
terhadap karyawan lain.
Komitmen Eksternal:
·
Perusahaan
terhadap pelanggan
·
Perusahaan
terhadap pemegang saham
·
Perusahaan
terhadap masyarakat
Penerapan Budaya Etika
Program Etika : Sistem yang dirancang dan
diimplementasikan untuk mengarahkan karyawan agar melaksanakan corporate credo.
Contoh : audit etika Kode Etik Perusahaan
·
Lebih
dari 90% perusahaan membuat kode etik yang khusus digunakan perusahaan tersebut
dalam melaksanakan aktivitasnya.
Contoh : IBM membuat IBM’s Business Conduct
Guidelines (Panduan Perilaku Bisnis IBM).
3. Mengembangkan
struktur Etika Korporasi
Semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah
dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor
swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu
organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh
Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar
Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan
sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan
perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh
jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya. Pembentukan
beberapa perangkat struktural perusahaan seperti komisaris independen, komite
audit, komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah
langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas "Board Governance".
Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan
komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada
dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi. Sementara itu,
sekretaris perusahaan merupakan struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi
berbagai tuntutan atau harapan dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti
investor agar supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam
perspektif waktu pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai.
Meskipun belum maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang
dilakukan oleh pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN
adalah bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun "Board
Governance" yang baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan
menjadi lebih mudah dan cepat.
1. Pengertian GCG
Mencuatnya skandal keuangan yang melibatkan
perusahaan besar seperti Enron, WorldCom, Tyco, Global Crossing dan yang
terakhir AOL-Warner, menuntut peningkatan kualitas Good Corporate Governance
(GCG), Soegiharto (2005:38) dalam Pratolo (2007:7). Istilah GCG secara luas
telah dikenal dalam dunia usaha. Berikut ini adalah beberapa pengertian GCG :
1) Menurut Hirata
(2003) dalam Pratolo (2007:8), pengertian
“CG yaitu hubungan antara perusahaan dengan pihak-pihak terkait yang terdiri
atas pemegang saham, karyawan, kreditur, pesaing, pelanggan, dan lain-lain. CG
merupakan mekanisme pengecekan dan pemantauan perilaku manejemen puncak”.
2) Menurut
Pratolo (2007:8), “GCG adalah suatu sistem yang ada pada suatu organisasi yang
memiliki tujuan untuk mencapai kinerja organisasi semaksimal mungkin dengan
cara-cara yang tidak merugikan stakeholder organisasi tersebut”.
3) Tanri Abeng
dalam Tjager (2003:iii) menyatakan bahwa “CG merupakan pilar utama fondasi
korporasi untuk tumbuh dan berkembang dalam era persaingan global, sekaligus
sebagai prasyarat berfungsinya corporate leadership yang efektif”.
4) Zaini dalam
Tjager (2003:iv) menambahkan bahwa “CG sebagai sebuah governance system
diharapkan dapat menumbuhkan keyakinan investor terhadap korporasi melalui
mekanisme control and balance antar berbagai organ dalam korporasi, terutama
antara.
Dewan Komisiaris dan Dewan Direksi”. Secara
sederhananya, CG diartikan sebagai suatu sistem yang berfungsi untuk
mengarahkan dan mengendalikan organisasi.
2. Prinsip-prinsip dan Manfaat GCG
Prinsip-prinsip GCG merupakan kaedah, norma
ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang
sehat. Berikut ini adalah prinsip-prinsip GCG yang dimaksudkan dalam Keputusan
Menteri BUMN Nomor: Kep-117/M-MBU/2002 tentang penerapan praktek GCG pada BUMN.
1) Transparansi
keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan
relevan mengenai perusahaan. Contohnya mengemukakan informasi target produksi
yang akan dicapai dalam rencana kerja dalam tahun mendatang, pencapaian laba.
2) Kemandirian
suatu keadaan di mana perusahaan dikelola
secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/ tekanan dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Misalnya pada perusahaan ini sedang
membangun pabrik, tetapi limbahnya tidak bertentangan dengan UU lingkungan yg
dapat merugikan piha lain.
3) Akuntabilitas
kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara
efektif. Misalnya seluruh pelaku bisnis baik individu maupun kelompok tidak
boleh bekerja asal jadi, setengah-setengah atau asal cukup saja, tetapi harus
selalu berupaya menyelesaikan tugas dan kewajibannya dengan hasil yang bermutu
tinggi.
4) Pertanggungjawaban
kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat. Contohnya dalam hal ini Komisaris, Direksi, dan jajaran
manajemennya dalam menjalankan kegiatan operasi perusahaan harus sesuai dengan
kebijakan yang telah ditetapkan.
5) Kewajaran (fairness)
keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi
hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Misalnya memperlakukan rekanan sebagai mitra,
memberi perlakuan yang sama terhadap semua rekanan, memberikan pelayanan yang
terbaik bagi pelanggan/pembeli, dan sebagainya.
4. Kode Perilaku Korporasi
(Corporate Code of Conduct)
Code of Conduct adalah pedoman internal
perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen,
serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam
menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan
stakeholders. Salah satu contoh
perusahaan yang menerapkan kode perilaku korporasi (corporate code of conduct)
adalah sebagai berikut :
PT. NINDYA KARYA (Persero) telah membentuk tim
penerapan Good Corporate Governance pada tanggal 5 Februari 2005, melalui
Tahapan Kegiatan sebagai berikut :
Sosialisasi dan Workshop. Kegiatan sosialisasi terutama untuk para pejabat telah dilaksanakan dengan harapan bahwa seluruh karyawan PT NINDYA KARYA (Persero) mengetahui & menyadari tentang adanya ketentuan yang mengatur kegiatan pada level Manajemen keatas berdasarkan dokumen yang telah didistribusikan, baik di Kantor Pusat, Divisi maupun ke seluruh Wilayah.
Sosialisasi dan Workshop. Kegiatan sosialisasi terutama untuk para pejabat telah dilaksanakan dengan harapan bahwa seluruh karyawan PT NINDYA KARYA (Persero) mengetahui & menyadari tentang adanya ketentuan yang mengatur kegiatan pada level Manajemen keatas berdasarkan dokumen yang telah didistribusikan, baik di Kantor Pusat, Divisi maupun ke seluruh Wilayah.
Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic
Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance
disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei
2005. Adapun Prinsip-prinsip Good Corporate Governance di PT NINDYA KARYA
(Persero) adalah sebagai berikut :
1.
Pengambilan
Keputusan bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, tata kerja
korporat, kebijakan dan struktur organisasi.
2.
Mendorong
untuk pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya secara efektif dan
efisien.
3.
Mendorong
dan mendukung pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stake
holder lainnya.
Dalam mengimplementasikan Good Corporate
Governance, diperlukan instrumen-instrumen yang menunjang, yaitu sebagai
berikut :
1.
Code of
Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam interaksi
antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
2.
Code of
Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama
yang harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
3.
Board
Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas,
Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris
dengan Direksi serta panduan Operasional Best Practice.
4.
Sistim
Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan
Implementasinya.
5.
An
Auditing Committee Contract – arranges the Organization and Management of the
Auditing Committee along with its Scope of Work.
6.
Piagam
Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana Komite Audit serta
Ruang Lingkup Tugas.
5. Evaluasi
terhadap Kode Perilaku Korporasi
Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan
pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan
dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.
Contoh Kasus :
Kasus Bernard Madoff, yang mengguncangkan dunia ketika ia
diberitakan menyerahkan diri dan mengaku bahwa telah melakukan fraud sebesar 50
miliar atau setara dengan Rp550 trilyun, yang menjadikannya fraud terbesar
sepanjang sejarah. Skema penipuan yang dilakukan Madoff ini adalah berupa skema
investasi, dimana ia menjanjikan return tertentu bagi investornya. Padahal
kenyataannya, investasinya tidak menguntungkan, dan serupa dengan sistem money
game atau gali lubang tutup lubang, dimana investor dibayar dengan setoran dari
investor baru.
Pihak yang menjadi korban Madoff tidak tanggung-tanggung,
yakni institusi-institusi finansial seperti HSBC, Fortis, BNP Paribas, Royal
Bank of Scotland yang terpaksa menelan kerugian miliaran Dollar dari fraud ini.
Mengapa ini bisa terjadi? Hal ini terjadi karena kepercayaan terhadap figur dan
reputasi seseorang (Madoff) menjadikan banyak institusi lalai melakukan
manajemen risiko terhadap investasinya.
Kemudian Satyam, yang dijuluki dengan Enron India, karena
kasus yang mirip, yakni melakukan manipulasi terhadap laporan keuangan, mulai
dari melaporkan pendapatan yang jauh lebih besar dari aktual, pencatatan kas
yang sebagian besar fiktif, serta pengakuan utang yang jauh lebih kecil. Kasus
ini merupakan contoh absennya good corporate governance dan gagal terdeteksi
oleh auditor dan regulator.
Referensi :
Terima kasih atas informasinya " jadi nambah" pengetahuan
BalasHapus