Sabtu, 30 November 2013

Kasus Koperasi Karang Asem Membangun

Nama : Nita Ratnasari
NPM  : 25212355
Kelas : 2EB23

Kasus Kospin (Koperasi Simpan Pinjam) di Kabupaten Pinrang, Sulawawesi Selatan yang menawarkan bunga simpanan fantastis hingga 30% per bulan sampai akhirnya nasabah dirugikan ratusan milyar rupiah, ternyata belum menjadi pelajaran bagi masyarakat Indonesia.
Bagi Anda yang belum pernah tahu Kabupaten KarangAsem, belakangan ini akan semakin sering mendengar nama KarangAsem di media massa. Apa pasalnya, sehingga nama KarangAsem mencuat? Jawaban paling sahih, mencuatnya nama KarangAsem akibat adanya kasus investasi Koperasi Karang Asem membangun.Kabupaten KarangAsem adalah salah satu kabupaten di Provinsi Bali. Kabupaten ini masih tergolong kabupaten tertinggal dengan tingkat pendidikan masyarakat yang rendah dan kondisi perekonomian daerah yang relatif ‘morat-marit’. Data dari Pemda Karangasem menyebutkan pendapatan per kapita masyarakat hanya sekitar Rp 6 juta per tahun.Pada tahun 2006 lalu, di kabupaten ini lahirlah sebuah koperasi dengan nama Koperasi KarangAsem Membangun (KKM). KKM ini dalam operasinya mengusung beberapa nama ‘besar’ di daerah tersebut. Pengurus KKM, misalnya, diketuai oleh Direktur Utama PDAM Karangasem, I Gede Putu Kertia, sehingga banyak anggota masyarakat yang tidak meragukan kredibilitas koperasi tersebut. Dengan bekal kredibilitas tersebut, KKM tersebut mampu menarik nasabah dari golongan pejabat
KKM sebenarnya bergerak pada beberapa bidang usaha, antara lain simpan pinjam, toko dan capital investment. Salah satu layanan KKM yang menjadi ‘primadona’ adalah Capital Investment (Investasi Modal). Layanan Capital Investment yang dikelola oleh KKM menjanjikan tingkat pengembalian investasi sebesar 150% setelah tiga bulan menanamkan modal. Dengan kondisi sosial dimana mayoritas masyarakat tergolong ekonomi kurang mampu dan juga pendidikan yang relatif rendah, iming-iming keuntungan sebesar itu tentunya sangat menggiurkan. Lucunya, ada juga beberapa anggota DPRD Kabupaten Karangasem yang ikut ‘berinvestasi’ di KKM, bahkan ada yang sampai menanamkan modal sebesar Rp.400 juta.
Konyolnya, walaupun KKM menawarkan produk investasi, koperasi tersebut sama sekali tidak mengantongi ijin dari Bapepam. Pada kenyataannya, sebenarnya layanan Investment Capital tersebut adalah penipuan model piramida uang. Sebagian nasabah yang masuk duluan, memang berhasil mendapatkan kembali uangnya sekaligus dengan ‘keuntungannya’. Seorang pemodal misalnya, memberikan testimoni bahwa hanya dengan bermodalkan Rp 500 ribu, dalam waktu 3 bulan ia mendapatkan hasil Rp.1,5 juta. Dengan iming-iming 150% tersebut, antara November 2007 hingga 20 Februari 2009, KKM berhasil menjaring 72.000 nasabah dengan nilai total simpanan Rp.700 milyar.
Hasil penyitaan asset, hanya berhasil menyita asset senilai Rp.321 milyar atau hanya separuh dari simpanan total nasabah Rp.700 milyar. Lebih dari Rp.400 milyar uang nasabah tidak dapat dipertanggungjawabkan.
 Analisis : menurut saya kasus ini harus segera di selesaikan karena kasus ini sangat merugikan untuk nasabah yang menanamkan modalnya,dari keterangan atau informasi di atas sangat jelas bahwa nasabah yang menanamkan modal di KKM sangat dirugikan karena jumlah seluruh uang nasabah Rp 700 ternyata yang ada di kas KKM tersebut hanya ada uang Rp 321,seharusnya masyarakat harus lebih berhati-hati untuk menanamkan modalnya karena pada kasus ini KKM itu tidak mempunyai surat izin dari pemerintah untuk membuka koperasi simpan pinjam.seharusnya tindakan pemerintah untuk mengatasi masalah ini adalah dengan cara menutup KKM tersebut dan melaporkannya pada pihak yang berwajib , dan untuk masyarakatnya harus di beri pengetahuan dan diberikan penyuluhan yang lebih agar tidak mudah tertipu

Perbedaan Antara UU. No. 12 tahun 1967 dengan UU. No. 25 tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian


Nama :Nita Ratnasari
NPM  :25212355
Kelas :2EB23 

Undang-undang No. 12 tahun 1967 tentang Perkoperasian, UU. ini terdiri atas 16 bab dan 58 pasal.
Menurut UU. No. 12 tahun 1967, pengertian koperasi dalam Bab I pasal 1 menjelaskan bahwa Koperasi adalah organisasi ekonomi rakyat, yang kemudian diperjelas dalam Bab III pasal 3,  Koperasi adalah organisasi ekonomi  rakyat yang berwatak sosial beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Menurut UU. Ini, koperasi didirikan dengan cara mengajukan akta pendirian kepada pejabat terkait, dimana akta pendirian tersebut dibuat dalam dua rangkap, dimana satu diantaranya bermaterai, bersama-sama petikan berita acara tentang rapat pembentukkan yang memuat catatan tentang jumlah anggota dan nama mereka yang diberikan kuasa untuk menandatangani akta pendirian, dikirim kepada pejabat, dimana dalam Bab I pasal 1 dijelaskan bahwa, pejabat adalah pejabat yang diangkat oleh dan mendapat kuasa khusus dari pemerintah atau menteri untuk beberapa soal perkoperasian. Mengenai permodalan koperasi, di jelaskan dalam Bab 9 pasal 32 dan 33, permodalan koperasi terdiri dan dipupuk dari simpanan-simpanan, pinjaman-pinjaman, penyisihan-penyisihan dari hasil usahanya termasuk cadanganserta sumber-sumber lain, selain itu, simpanan anggota terdiri atas simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela, dimana simpanan sukarela dapat diterima oleh koperasi dari bukan anggota saja, sedangkan untuk penjelasan mengenai simpanan pokok dan wajib, dijelaskan pada pasal 38. Menurut pasal 38, simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama anggota yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi. Dan simpanan wajib dapat diambil kembali dengan cara-cara yang diatur di dalam anggaran dasar anggaran rumah tanggadan keputusan-keputusan rapat anggota dengan mengutamakan kepentingan koperasi. Mengenai Sisa Hasil Usaha(SHU), dijelaskan dalam undang-undang ini dalam Bab 9 pasal 34, yaitu : sisa hasil usaha adalah pendapatan koperasi yang diperoleh di dalam satu tahun buku setelah dikurangi dengan penyusutan-penyusutandan biaya-biaya dari tahun buku yang bersangkutan. Sisa hasil usaha berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk anggota dan juga bukan anggota. Sisa hasil usaha yang berasal dari hasil usaha yang diselenggarakan untuk anggota dibagi untuk : cadangan koperasi, anggota sebanding dengan jasa yang diberikan, dana pengurus, dana pegawai/karyawan, dana pendidikan koperasi, dana sosial, dan dana pembangunan daerah kerja, sedangkan sisa hasil usaha yang berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk bukan anggota dibagi untuk : cadangan koperasi, dana pengurus, dana pegawai/karyawan, dana pendidikan koperasi, dana sosial, dan dana pembangunan daerah kerja.

Undang-undang No. 25 tahun 1992 mengenai Perkoperasian, terdiri atas 14 Bab dan 67 pasal.
Menurut UU. No. 25 tahun 1992, Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Menurut UU. Ini, koperasi dapat berbentuk dua, yaitu koperasi primer ataupun koperasi sekunder. Koperasi primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-perorang, sedangkan koperasi sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi. Bab VII Modal Pasal 41 menyebutkan bahwa Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Modal sendiri dapat berasal dari : Simpanan Pokok, Simpanan Wajib, Dana Cadangan, Hibah. Dan sedangkan Modal Pinjaman dapat berasal dari : Anggota, Koperasi lainnya dan/atau anggotanya, Bank dan lembaga keuangan lainnya, Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, Sumber lain yang sah. Bab IX Sisa Hasil Usaha (SHU) Pasal 45 menjelaskan bahwa Sisa hasil usaha Koperasi merupakan pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya,penyusutan ,dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan. Sisa hasil usaha setelah dikurangi dana cadangan ,dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan Koperasi, serta digunakan untuk pendidikan Perkoperesian dan keperluan lain dari Koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota. Besarnya Pemupukan dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota.

Analisis perbedaan undang-undang tentang koperasi
Pada undang-undang nomer 12, koperasi diartikan sebagai sebuah organisasi ekonomi rakyat, sedangkan undang-undang nomer 25, koperasi diartikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum. Sepanjang sejarah koperasi di Indonesia undang-undang perkoperasian telah berubah sebanyak 3 kali yaitu undang-undang nomer 12 tahun 1967 kemudian diganti dengan undang-undang nomer 25 tahun 1992 dan kemudian diganti dengan undang-undang nomer 17 tahun 2012.

Referensi :
http://www.dpr.go.id/uu/uu1967/UU_1967_12.pdf
http://perundangan.deptan.go.id/admin/uu/UU-25-92.pdf

Jumat, 10 Mei 2013

Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Tingkat Inflasi dan Perekonomian Indonesia


  Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Tingkat Inflasi dan Perekonomian Indonesia

ABSTRAK
Bahan bakar minyak adalah bahan bakar yang paling dominan digunakan oleh manusia. Seiring dengan berjalannya waktu, stok minyak didalam bumi semakin menipis sehingga manusia terus berusaha mencari bahan bakar alternative yang ramah lingkungan, salah satunya adalah bahan bakar gas. Menggunakan bahan bakar gas secara tidak langsung akan membantu pemerintah melaksanakan program konversi energy dari minyak ke gas, membantu mengatasi masalah kelangkaan BBM, Memperlambat laju pemanasan global akibat tingginya kadar Cox. Mengacu pada tujuan diatas, kami memilih genset sebagai subyek alat percobaan, caranya dengan memodifikasi karburator sehingga akan ada dua bahan bakar yaitu bensin dan LPG yang akan digunakan secara bergantian. Percobaan ini akan membuktikan performa kedua bahan bakar tersebut Berdasarkan hasil percobaan didapat kesimpulan bahwa Konsumsi bahan bakar LPG lebih sedikit dibanding konsumsi bahan bakar bensin. Bisa diambil contoh pada putaran 2200rpm pembebanan 300watt, bahan bakar bensin menghabiskan 0,035kg/10 menit = 3,5gr/menit sedangkan bahan bakar LPG menghabiskan 0,03kg/10 menit = 3gr/menit.


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Kebijakan pemerintah untuk menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri menyebabkan perubahan perekonomian secara drastis. Kenaikan BBM ini akan diikuti oleh naiknya harga barang-barang dan jasa-jasa di masyarakat. Kenaikan harga barang dan jasa ini menyebabkan tingkat inflasi di Indonesia mengalami kenaikan dan mempersulit perekonomian masyarakat terutama masyarakat yang berpenghasilan tetap.
Jika terjadi kenaikan harga BBM di negara ini, akan sangat berpengaruh terhadap permintaan (demand) dan penawaran (supply). Permintaan adalah keinginan yang disertai dengan kesediaan serta kemampuan untuk membeli barang yang bersangkutan (Rosyidi, 2009:291). Sementara penawaran adalah banyaknya jumlah barang dan jasa yang ditawarkan oleh produsen pada tingkat harga dan waktu tertentu.
Permintaan dari masyarakat akan berkurang karena harga barang dan jasa yang ditawarkan mengalami kenaikan. Begitu juga dengan penawaran, akan berkurang akibat permintaan dari masyarakat menurun. Harga barang-barang dan jasa-jasa menjadi melonjak akibat dari naiknya biaya produksi dari barang dan jasa. Ini adalah imbas dari kenaikan harga BBM. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan, “Jika harga suatu barang naik, maka jumlah barang yang diminta akan turun, dan sebaliknya  jika harga barang turun, jumlah barang yang diminta akan bertambah” (Jaka, 2007:58).
Masalah lain yang akan muncul akibat dari kenaikan harga BBM adalah kekhawatiran akan terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Ini terjadi karena dampak kenaikan harga barang dan jasa yang terjadi akibat komponen biaya yang mengalami kenaikan. Kondisi perekonomian Indonesia juga akan mengalami masalah. Daya beli masyarakat akan menurun, munculnya pengangguran baru, dan sebagainya.
Inflasi yang terjadi akibat kenaikan harga BBM tidak dapat atau sulit untuk dihindari, karena BBM adalah unsur vital dalam proses produksi dan distribusi barang. Disisi lain, kenaikan harga BBM juga tidak dapat dihindari, karena membebani APBN. Sehingga Indonesia sulit untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, baik itu tingkat investasi, maupun pembangunan-pembangunan lain yang dapat memajukan kondisi ekonomi nasional.
Dengan naiknya tingkat inflasi, diperlukan langkah-langkah atau kebijakan-kebijakan untuk mengatasinya, demi menjaga kestabilan perekonomian nasional. Diperlukan kebijakan pemerintah, dalam hal ini Bank Sentral yakni Bank Indonesia untuk mengatur jumlah uang yang beredar di masyarakat. Jumlah uang yang beredar di masyarakat ini berhubungan dengan tingkat inflasi yang terjadi. Banyaknya uang yang beredar di masyarakat ini adalah dampak konkret dari kenaikan harga BBM.
Bank Indonesia selaku lembaga yang memiliki wewenang untuk mengatasi masalah ini, selain pemerintah tentunya, bertugas untuk mengatur jumlah uang yang beredar di masyarakat. Salah satu langkah yang dilakukan untuk mengatasi inflasi ini adalah dengan mengatur tingkat suku bunga. Kebijakan menaikan dan menurunkan tingkat suku bunga ini dikenal dengan sebutan politik diskonto yang merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter.
Dari latar belakang diatas, maka dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai  “Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Tingkat Inflasi dan Perekonomian Indonesia”.
B.     Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah mengenai dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) terhadap perekonomian Indonesia, yang didalamnya juga berdampak pada tingkat inflasi. Masalah ini diambil karena kenaikan harga BBM dapat mempengaruhi kondisi perekonomian nasional. Dalam makalah ini, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Apa saja dampak dari kenaikan harga BBM?
2.      Bagaimana dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi dan perekonomian Indonesia?
3.      Bagaimana langkah yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga BBM?

C.    Tujuan Makalah
Dari masalah diatas, secara garis besar tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk menjelaskan mengenai dampak dari kenaikan harga BBM. Adapun tujuan dari makalah ini adalah agar dapat mengetahui secara jelas mengenai :
1.      Dampak dari kenaikan harga BBM, baik itu dampak positif maupun dampak negatifnya.
2.      Dapat mengetahui mengenai dampak kenaikan harga BBM terhadap  inflasi yang akan terjadi.
3.      Mengetahui langkah-langkah pemerintah dalam mengatasi inflasi.

D.    Manfaat Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan dapat memberikan kegunaaan atau manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis, makalah ini berguna sebagai pengembangan ilmu, sesuai dengan masalah  yang dibahas dalam makalah ini. Secara praktis, makalah ini diharapkan bermanfaat bagi: 
1.      penulis, seluruh kegiatan penyusunan dan hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat menambah pengalaman, wawasan dan ilmu dari masalah yang dibahas dalam makalah ini;
2.      pembaca, makalah ini daharapkan dapat dijadikan sebagai sumber tambahan dan sumber informasi dalam menambah wawasan pembaca.
E.     Landasan Teoretis
1.      Pengertian Inflasi
Dalam ilmu ekonomi, kata inflasi sering muncul, terutama jika dalam pembahasan mengenai ilmu ekonomi makro. Begitu juga dalam masalah keuangan dan perbankan. Secara sederhana, inflasi dapat diartikan sebagai turunnya atau melemahnya nilai mata uang akibat banyaknya jumlah uang yang beredar dimasyarakat. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata inflasi memiliki arti kemerosotan nilai uang (kertas) karena banyaknya dan cepatnya uang (kertas) beredar sehingga menyebabkan naiknya harga barang-barang (Depdiknas, 2005:423).
Menurut Jaka (2007:113) menyatakan,
Inflasi adalah suatu gejala ekonomi dimana terjadi kemerosotan nilai uang karena banyaknya uang yang beredar atau suatu keadaan yang menyatakan terjadinya kenaikan harga-harga secara umum dan menunjukan suatu proses turunnya nilai uang secara continue.
Pendapat lain menyatakan bahwa inflasi adalah  proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang (Samuelson, 1986:292). Inflasi terjadi apabila tingkat harga dan biaya umum naik; harga bahan pokok, harga bahan bakar, tingkat upah, harga tanah, sewa barang-barang modal juga naik (Samuelson, 1986:293).
Ada beberapa pengertian inflasi yang disampaikan para ahli. Menurut A.P. Lehner, inflasi adalah keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan (Excess Demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan. Ahli yang lain, yaitu Ackley memberi pengertian inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terus menerus dari barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan sesaat). Sedangkan menurut Boediono, inflasi sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari barang-barang lain.
Dalam definisi lain, inflasi merupakan proses dimana terjadinya kenaikan harga barang-barang dan jasa-jasa secara menyeluruh dalam satu periode tertentu, biasanya dalam satu tahun. Inflasi terjadi ketika harga mengalami kenaikan, sementara nilai uang mengalami penurunan. Inflasi juga dapat diartikan  sebagai proses menurunnya nilai mata uang yang diakibatkan karena jumlah uang yang beredar di masyarakat lebih banyak dibandingkan jumlah barang dan jasa yang tersedia. Berdasarkan berbagai definisi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum inflasi adalah suatu gejala naiknya harga secara terus-menerus (berkelanjutan) terhadap sejumlah barang. Kenaikan yang sifatnya sementara tidak dikatakan inflasi dan kenaikan harga terhadap satu jenis komoditi juga tidak dikatakan inflasi.
2.      Pengertian Perekonomian
Sebelum membahas perekonomian, perlu dibahas mengenai ilmu ekonomi. Menurut Samuelson (1986:5) mengatakan,
Ilmu ekonomi merupakan suatu studi tentang perilaku orang dan masyarakat dalam memilih dan menggunakan sumberdaya yang langka dan yang memiliki beberapa alternatif penggunaan, dalam rangka memproduksi berbagai komoditi, untuk kemudian menyalurkannya - baik saat ini maupun dimasa depan – kepada berbagai individu dan kelompok yang ada dalam suatu masyarakat.
Sementara secara etimologi, kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Oikos, yang berarti rumah tangga, danNomos, yang berarti aturan. Jadi ekonomi secara bahasa  adalah aturan rumah tangga (Jaka, 2007:96). Secara istilah ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari berbagai tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, ekonomi diartikan sebagai ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti keuangan, perindustrian dan perdagangan) (Depdiknas, 2005:287). Sementara perekonomian diartikan sebagai tindakan (aturan atau cara) berekonomi (Depdiknas, 2005:287). Dalam suatu Negara, ekonomi merupakan suatu tata kehidupan yang sangat penting. Perekonomian di suatu Negara merupakan suatu system yang digunakan oleh pemerintah untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya, baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia.

BAB II
PEMBAHASAN
Pada bagian pembahasan ini, penulis membahas mengenai permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah. Masalah-masalah ini dibahas dan disesuaikan dengan teori-teori yang sesuai dengan permasalahan.
1.      Jenis-Jenis  Inflasi
a.      Berdasarkan Tingkat Keparahan
1.      Inflasi ringan (creeping inflation)
Besarnya inflasi ini di bawah 10% dalam setahun.
2.      Inflasi sedang
Besarnya inflasi antara 10% - 30% setahun.
3.      Inflasi berat
Besarnya inflasi antara 30% - 100%.
4.      Hiperinflasi
Besarnya inflasi ini diatas 100% dalam setahun.
b.      Berdasarkan Sumbernya
1.      Importer Inflation
Inflasi ini berasal atau bersumber dari luar negeri, yang terjadi karena adanya kecenderungan kenaikan barang-barang di luar negeri.
2.      Domestic Inflation
Inflasi ini berasal atau bersumber dari dalam negeri sendiri, yang akan memengaruhi pertumbuhan perekonomian dalam negeri. Domestic inflation terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga mengalami kenaikan.
c.       Berdasarkan Penyebabnya
1.      Demand Full Inflation
Adalah inflasi yang timbul karena adanya kenaikan yang sangat tinggi terhadap permintaan barang dan jasa.
2.      Cost Push Inflation
Adalah inflasi yang terjadi karena adanya kenaikan biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa, bukan karena adanya ketidak seimbangan antara permintaan dan penawaran.
Selain demand full inflation dan cost push inflation, ada beberapa jenis inflasi jika dilihat dari faktor penyebabnya, yaitu:
1. Inflasi Tarikan Permintaan
Inflasi tarikan permintaan terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan permintaan agregat (AD) yang terlalu besar atau pesat dibandingkan dengan penawaran atau produksi agregat.
2. Inflasi Dorongan Biaya

Inflasi dorongan biaya terjadi sebagai akibat adanya kenaikan biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan produktivitas dan efisiensi proses produksi dari suatu perusahaan. 
3. Inflasi Struktural

Inflasi struktural terjadi akibat dari berbagai kendala atau kekakuan struktural yang menyebabkan penawaran menjadi tidak responsif terhadap permintaan yang meningkat.

2.      Penyebab Terjadinya Inflasi
Inflasi terjadi apabila tingkat harga dan biaya umum naik; harga bahan pokok, harga bahan bakar, tingkat upah, harga tanah, sewa barang-barang modal juga naik. Selain itu, inflasi juga diakibatkan oleh:
a.       Pengeluaran pemerintah lebih banyak dari permintaan,
b.      Adanya tuntutan upah yang tinggi,
c.       Adanya lonjakan permintaan barang-barang dan jasa-jasa,
d.      Adanya kenaikan dalam biaya produksi.
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan (tekanan) produksi dan distribusi (kurangnya produksi (product or service) juga termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) sepertikebijakan fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur dan regulasi.
Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksitersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment, dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Inflasi desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, meskipun permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan danpenawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi, bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi, aksi spekulasi (penimbunan), sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Jika dihubungkan dengan kenaikan harga BBM, inflasi yang terjadi disebabkan oleh adanya tekanan dalam proses produksi dan distribusi. Para produsen akan mengurangi jumlah barang yang akan diproduksi atas pertimbangan biaya produksi yang melonjak. Kalaupun proses produksi tetap lancar, proses distribusi lah yang akan menghambatnya. Akibat dari kenaikan harga BBM biaya atau ongkos untuk mendistribusikan barang hasil produksi akan mengalami kenaikan.
3.      Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
Dalam situasi ekonomi masyarakat yang sulit, maka kenaikan BBM bisa kontraproduktif. Kenaikan harga BBM akan menimbulkan kemarahan masal, sehingga ketidakstabilan dimasyarakat akan meluas (Hamid, 2000:144). Sebagian masyarakat merasa tidak siap untuk menerima kenaikan harga BBM. Kenaikan BBM ini merupakan tindakan pemerintah yang beresiko tinggi.
Meskipun demikian, kenaikan harga BBM juga dapat menimbulkan dampak yang positif.
a.       Dampak Positif
1)      Munculnya bahan bakar dan kendaraan alternatif
Seiring dengan melonjaknya harga minyak dunia, muncul berbagai bahan bakar alternatif baru. Yang sudah di kenal oleh masyarakat luas adalah BBG (Bahan Bakar Gas). Harga juga lebih murah dibandingkan dengan harga BBM bersubsidi. Ada juga bahan bakar yang terbuat dari kelapa sawit. Tentunya bukan hal sulit untuk menciptakan bahan bakar alternatif mengingat Indonesia adalah Negara yang kaya akan Sumber Daya Alam. Selain itu, akan muncul juga berbagai kendaraan pengganti yang tidak menggunakan BBM, misalnya saja mobil listrik, mobil yang berbahan bakar gas, dan kendaraan lainnya.

2)      Pembangunan Nasional akan lebih pesat
Pembangunan nasional akan lebih pesat karena dana APBN  yang awalnya digunakan untuk memberikan subsidi BBM, jika harga BBM naik, maka subsidi dicabut dan dialihkan untuk digunakan dalam pembangunan di berbagai wilayah hingga ke seluruh daerah.
3)      Hematnya APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
Jika harga BBM mengalami kenaikan, maka jumlah subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah akan berkurang. Sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dapat diminimalisasi.
4)      Mengurangi Pencemaran Udara
Jika harga BBM mengalami kenaikan, masyarakat akan mengurangi pemakaian bahan bakar. Sehingga hasil pembuangan dari bahan bakar tersebut dapat berkurang, dan akan berpengaruh pada tingkat kebersihan udara.
b.      Dampak negatif
1)      Harga barang-barang dan jasa-jasa menjadi lebih mahal.
Harga barang dan jasa akan mengalami kenaikan disebabkan oleh naiknya biaya produksi sebagai imbas dari naiknya harga bahan bakar.
2)      Apabila harga BBM memang dinaikkan, maka akan berdampak bagi perekonomian khususnya UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah)
3)       Meningkatnya biaya produksi yang diakibatkan oleh: misalnya harga bahan, beban transportasi dll.
4)       Kondisi keuangan UMKM menjadi rapuh, maka rantai perekonomian akan terputus.
5)      Terjadi Peningkatan jumlah pengangguran.
 Dengan meningkatnya biaya operasi perusahaan, maka kemungkinan akan terjadi PHK.
6)      Inflasi
Inflasi akan terjadi jika harga BBM menglami kenaikan. Inflasi yang terjadi karena meningkatnya biaya produksi suatu barang atau jasa.

4.      Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Inflasi dan Perekonomian
Jika terjadi kenaikan harga BBM, maka akan terjadi inflasi. Terjadinya inflasi ini tidak dapat dihindari karena bahan bakar, dalam hal ini premium, merupakan kebutuhan vital bagi masyarakat, dan merupakan jenis barang komplementer. Meskipun ada berbagai cara untuk mengganti penggunaan BBM, tapi BBM tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat sehari-hari.
Inflasi akan terjadi karena apabila subsidi BBM dicabut, harga BBM akan naik. Masyarakat mengurangi pembelian BBM. Uang tidak tersalurkan ke pemerintah tapi tetap banyak beredar di masyarakat. Jika harga BBM naik, harga barang dan jasa akan mengalami kenaikan pula. Terutama dalam biaya produksi. Inflasi yang terjadi dalam kasus ini adalah “Cost Push Inflation”.Karena inflasi ini terjadi karena adanya kenaikan dalam biaya produksi. Ini jika inflasi dilihat berdasarkan penyebabnya. Sementara jika dilihat berdasarkan sumbernya, yang akan terjadi adalah “Domestic Inflation”, sehingga akan berpengaruh terhadap perekonomian dalam negeri.
Kenaikan harga BBM akan membawa pengaruh terhadap kehidupan iklim berinvestasi. Biasanya kenaikan BBM akan mengakibatkan naiknya biaya produksi, naiknya biaya distribusi dan menaikan juga inflasi. Harga barang-barang menjadi lebih mahal, daya beli merosot, kerena penghasilan masyarakat yang tetap.  Ujungnya perekonomian akan stagnan dan tingkat kesejahteraan terganggu.
Di sisi lain, kredit macet semakin kembali meningkat, yang paling parah adalah semakin sempitnya lapangan kerja karena dunia usaha menyesuaikan produksinya sesuai dengan kenaikan harga serta penurunan permintaan barang.
Hal-hal di atas terjadi jika harga BBM dinaikkan, Bagaimana jika tidak? Subsidi pemerintah terhadap BBM akan semakin meningkat juga. Meskipun negara kita merupakan penghasil minyak, dalam kenyataannya untuk memproduksi BBM kita masih membutuhkan impor bahan baku minyak juga.
Dengan tidak adanya kenaikan BBM, subsidi yang harus disediakan pemerintah juga semakin besar. Untuk menutupi sumber subsidi, salah satunya adalah kenaikan pendapatan ekspor. Karena kenaikan harga minyak dunia juga mendorong naiknya harga ekspor komoditas tertentu. Seperti kelapa sawit, karena minyak sawit mentah (CPO) merupakan subsidi minyak bumi. Income dari naiknya harga CPO tidak akan sebanding dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk subsidi minyak.
5.      Dampak Inflasi Terhadap Perekonomian Nasional
Kenaikan harga BBM berdampak pada meningkatnya inflasi. Dampak dari terjadinya inflasi terhadap perekonomian nasional adalah sebagai berikut:
1.      Inflasi akan mengakibatkan perubahan output dan kesempatan kerja di masyarakat,
2.      Inflasi dapat mengakibatkan ketidak merataan pendapatan dalam masyarakat,
3.      Inflasi dapat menyebabkan penurunan efisiensi ekonomi.
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Sementara dampak inflasi bagi masyarakat, ada yang merasa dirugikan dan ada juga yang diuntungkan. Golongan masyarakat yang dirugikan adalah golongan masyarakat yang berpenghasilan tetap, masyarakat yang menyimpan hartanya dalam bentuk uang, dan para kreditur. Sementara golongan masyarakat yang diuntungkan adalah kaum spekulan, para pedagang dan industriawan, dan para debitur.
Inflasi dapat dikatakan sebagai salah satu indikator untuk melihat stabilitas ekonomi suatu wilayah negara atau daerah. Yang mana tingkat inflasi menunjukkan perkembangan harga barang dan jasa secara umum yang dihitung dari indeks harga konsumen (IHK). Dengan demikian angka inflasi sangat mempengaruhi daya beli masyarakat yang berpenghasilan tetap, dan disisi lain juga mempengaruhi besarnya produksi dari suatu barang dan jasa.

6.      Upaya Pemerintah dalam Mengatasi Inflasi
Beberapa kebijakan yang dapat diambil pemerintah untuk mengatasi terjadinya inflasi adalah sebagai berikut:
a.      Kebijakan Moneter
1.      Politik Diskonto
Untuk mengatasi terjadinya inflasi, maka bank sentral harus mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara bank sentral akan menaikan tingkat suku bunga pinjaman kepada bank umum. Kebijakan ini juga disebut denganRediscount Policy atau kebijakan suku bunga.
2.      Politik Pasar Terbuka (Open Market Policy)
Dalam politik pasar terbuka, bank sentral akan menjual (jika terjadi inflasi) atau membeli (jika terjadi deflasi) surat-surat berharga kepada masyarakat, sehingga ada arus uang yang masuk dari masyarakat ke bank sentral.
3.      Menaikan Cash Ratio (Persediaan Kas)
Cash Ratio merupakan perbandingan antara kekayaan suatu bank dengan kewajiban yang harus dibayarkan. Untuk mengatasi inflasi, bank sentral akan menaikan cadangan kas bank-bank umum sehingga jumlah uang yang bisa diedarkan oleh bank umum kepada masyarakat akan berkurang.
4.      Kebijakan Kredit Selektif (Selective Credit Control)
Untuk mengatasi inflasi atau mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, maka diambil kebijakan memperketat kredit atau pinjaman bagi masyarakat.
5.      Margin Requirements
Kebijakan ini digunakan untuk membatasi penggunaan untuk tujuan-tujuan pembelian surat berharga.
b.      Kebijakan Fiskal
Dalam kebijakan fiskal, untuk mengatasi inflasi pemerintah harus mengatur penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan pemerintah. Dalam hal penerimaan, pemerintah bisa menaikan tarif pajak, sehingga jumlah penerimaan pemerintah meningkat.  Kebijakan yang kedua adalah Expenditure Reducing, yakni mengurangi pengeluaran yang konsumtif, sehingga akan mempengaruhi terhadap permintaan (Demand Full Inflation).


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, penulis dapat mengemukakan simpulan dari masalah yang dibahas. Inflasi merupakan melemahnya atau menurunnya nilai mata uang karena banyaknya jumlah uang yang beredar dimasyarakat, atau suatau keadaan dimana terjadinya kenaikan harga-harga secara umum dan terjadi secara terus-menerus (continue).
Naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) akan berdampak bagi masyarakat. Baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak yang signifikan akan terjadi pada tingkat inflasi dan pada kondisi perekonomian nasional. Dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi adalah akan terjadi kenaikan pada tingkat persentase inflasi. Jumlah uang yang beredar di masyarakat akan bertambah, dan akan berdampak pula pada harga berbagai jenis barang dan jasa. Kondisi perekonomian akan mengalami goncangan, ketidakstabilan akan terjadi. Iklim investasi akan menurun, sehingga berpengaruh pada jumlah pendapatan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan pemerintah untuk mengatasi inflasi adalah dengan kebijakan moneter. Seluruh instrumen kebijakan moneter efektif dalam mengurangi dan mengatasi inflasi.

B.     Saran
Sesuai dengan kesimpulan diatas, penulis merumuskan saran sebagai berikut.
1.      Pemerintah hendaknya memilih waktu yang tepat untuk mengeluarkan kebijakan menaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
2.      Jika inflasi terjadi akibat dampak dari kebijakan pemerintah, diperlukan suatu langkah yang tepat dalam mengatasi inflasi yang terjadi.


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
            Jakarta: Balai Pustaka.
Hamid, Edi Suandi. (2000). Perekonomian Indonesia: Masalah dan Kebijakan
            Kontemporer. Jogjakarta: UII Press.
Jaka, Nur dkk. (2007). Intisari Ekonomi untuk SMA. Bandung: CV Pustaka
            Mandiri.
Mankiw, N. Gregory. (2006). Makroekonomi Edisi-6. Jakarta: Erlangga.
Rosyidi, Suherman. (2009). Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan Kepada Teori
            Ekonomi Mikro dan Makro. Jakarta: Rajawali Pers.
Samuelson, Paul A. dan William D. Nordhaus. (1986). Ekonomi Edisi Ke-12.
            Jakarta: Erlangga.
Wahyuningsih, Endang. (2012). Dampak Kenaikan Harga Minyak Terhadap