Sabtu, 31 Mei 2014

Penyelesaian Sengketa Ekonomi



Nama : Nita Ratnasari
NPM  : 25212355
Kelas : 2EB23
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dalam kehidupan bermasyarakat, seringkali kita dihadapkan dengan kondisi perlawanan dari pihak luar, kondisi ini disebut dengan konflik. Konflik yang terjadi di kehidupan sehari-hari semakin membuat pekerjaan penegak hukum semakin berat apabila seluruh konflik tersebut diselesaikan di peradilan. Untuk itu diambil langkah dalam penyelesaian konlik atau sengketa tersebut.

B.  Rumusan Masalah
1.         Apa pengertian dari sengketa ?
2.         Bagaimana menyelesaikan sengketa dengan cara negosiasi ?
3.         Bagaimana menyelesaikan sengketa dengan cara mediasi ?
4.         Bagaimana menyelesaikan sengketa dengan cara arbitrase ?
5.         Apa perbedaan antara perundingan, arbitrase dan ligitasi ?

C.  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari sengketa
2.      Untuk mengetahui cara menyelesaikan sengketa dengan negosiasi
3.      Untuk mengetahui cara menyelesaikan sengketa dengan mediasi
4.      Untuk mengetahui cara menyelesaikan sengketa dengan arbitrase
5.      Untuk mengetahui perbedaan perundingan arbitrase dengan ligitasi











BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Sengketa
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat :
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya
2.      Penyelesaian Sengketa
Sengketa dimulai ketika satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lain. Ketika pihak yang merasa dirugikan menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak kedua dan pihak kedua tsb menunjukkan perbedaan pendapat maka terjadilah perselisihan atau sengketa.
Sengketa dapat diselesaikan melalui cara-cara formal yang berkembang menjadi proses adjudikasi yang terdiri dari proses melalui pengadilan dan arbitrase atau cara informal yang berbasis pada kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa melalui negosiasi dan mediasi.
2.1  Negosiasi
Negosiasi adalah suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihal lawan dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.
Pola Perilaku dalam Negosiasi:
1.      Moving against (pushing): menjelaskan, menghakimi, menantang, tak menyetujui, menunjukkan kelemahan pihak lain.
2.      Moving with (pulling): memperhatikan, mengajukan gagasan, menyetujui, membangkitkan motivasi, mengembangkan interaksi.
3.      Moving away (with drawing): menghindari konfrontasi, menarik kembali isi pembicaraan, berdiam diri, tak menanggapi pertanyaan.
4.      Not moving (letting be): mengamati, memperhatikan, memusatkan perhatian pada “here and now”, mengikuti arus, fleksibel, beradaptasi dengan situasi.
Ketrampilan Negosiasi:
1.      Mampu melakukan empati dan mengambil kejadian seperti pihak lain mengamatinya.
2.      Mampu menunjukkan faedah dari usulan pihak lain sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi bersedia mengubah pendiriannya.
3.      Mampu mengatasi stres dan menyesuaikan diri dengan situasi yang tak pasti dan tuntutan di luar perhitungan.
4.      Mampu mengungkapkan gagasan sedemikian rupa sehingga pihak lain akan memahami sepenuhnya gagasan yang diajukan.
5.      Cepat memahami latar belakang budaya pihak lain dan berusaha menyesuaikan diri dengan keinginan pihak lain untuk mengurangi kendala.
Negosiasi dan Hiden Agenda:
Dalam negosiasi tak tertutup kemungkinan masing-masing pihak memiliki hiden agenda.
Hiden agenda adalah gagasan tersembunyi/ niat terselubung yang tak diungkapkan (tak eksplisit) tetapi justru hakikatnya merupakan hal yang sesungguhnya ingin dicapai oleh pihak yang bersangkutan.
Negosiasi dan Gaya Kerja
1.      Cara bernegosiasi yang dilakukan oleh seseorang sangat dipengaruhi oleh gaya kerjanya.
2.      Kesuksesan bernegosiasi seseorang didukung oleh kecermatannya dalam memahami gaya kerja dan latar belakang budaya pihak lain.
Fungsi Informasi dan Lobi dalam Negosiasi
1.      Informasi memegang peran sangat penting. Pihak yang lebih banyak memiliki informasi biasanya berada dalam posisi yang lebih menguntungkan.
2.      Dampak dari gagasan yang disepakati dan yang akan ditawarkan sebaiknya dipertimbangkan lebih dulu.
3.      Jika proses negosiasi terhambat karena adanya hiden agenda dari salah satu/ kedua pihak, makalobying dapat dipilih untuk menggali hiden agenda yang ada sehingga negosiasi dapat berjalan lagi dengan gagasan yang lebih terbuka.
2.2  Mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.
Prosedur Untuk Mediasi
1.      Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua, kemudian majelis hakim membuat penetapan untuk mediator supaya dilaksanakan mediasi.
2.      Setelah pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada mediator berikut pihak-pihak yang berperkara tersebut.
3.      Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak yang berperkara supaya perkara ini diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha mengurangi kerugian masing-masing pihak yang berperkara.
4.      Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau tidak pada hari ke 22 harus menyerahkan kembali kepada majelis yang memberikan penetapan.
Jika terdapat perdamaian, penetapan perdamaian tetap dibuat oleh majelis.
Mediator
Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri-ciri penting dari mediator adalah :
1.        Netral
2.        Membantu para pihak
3.        Tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
Jadi, peran mediator hanyalah membantu para pihak dengan cara tidak memutus atau memaksakan pandangan atau penilaiannya atas masalah-masalah selama proses mediasi berlangsung kepada para pihak.
Tugas Mediator
1.      Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihakuntuk dibahas dan disepakati.
2.      Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.
3.      Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau pertemuan terpisah selama proses mediasi berlangsung.
4.      Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.
Daftar Mediator
Demi kenyamanan para pihak dalam menempuh proses mediasi, mereka berhak untuk memilih mediator yang akan membantu menyelesaikan sengketa.
1.      Untuk memudahkan para pihak memilih mediator, Ketua Pengadilan menyediakan daftar mediator yang sekurang-kurangnya memuat 5(lima) nama dan disertai dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman dari para mediator.
2.      Ketua Pengadilan menempatkan nama-nama hakim yang telah memiliki sertifikat dalam daftar mediator.
3.      Jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak ada hakim dan bukan hakim yang bersertifikat, semua hakim pada pengadilanyang bersangkutan dapat ditempatkan dalam daftar mediator.
4.      Kalangan bukan hakim yang bersertifikat dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan agar namanya ditempatkan dalam daftar mediator pada pengadilan yang bersangkutan.
5.      Setelah memeriksa dan memastikan keabsahan sertifikat, Ketua Pengadilan menempatkan nama pemohon dalam daftar mediator.
6.      Ketua Pengadilan setiap tahun mengevaluasi dan memperbarui daftar mediator.
7.      Ketua Pengadilan berwenang mengeluarkan nama mediator dari daftar mediator berdasarkan alasan-alasan objektif, antara lain karena mutasi tugas, berhalangan tetap, ketidakaktifan setelah penugasan dan pelanggaran atas pedoman perilaku.
Honorarium Mediator
1.      Penggunaan jasa mediator hakim tidak dipungut biaya.
2.      Uang jasa mediator bukan Hakim ditanggung bersama oleh para pihak berdasarkan kesepakatan para pihak.
2.3  Arbitrase
Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 1999, arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan perjanjian arbitrase secara tertulis oleh pihak yang bersengketa. Perjanjian arbitrase merupakan kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum atau setelah timbul sengeketa.
Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal walaupun disebabkan oleh suatu keadaan seperti di bawah ini:
1.      Salah satu pihak meninggal
2.      Salah satu pihak bangkrut
3.      Pembaharuan utang (novasi)
4.      Salah satu pihak tidak mampu membayar (insolvensi)
5.      Pewarisan
6.      Berlakunya syarat hapusnya perikatan pokok
7.      Bilamana pelaksanaan perjanjian tsb dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tsb
8.      Berakhir atau batalnya perjanjian pokok
Dua jenis arbitrase:
1.      Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunter
Arbitrase ini merupakan arbitrase bersifat insidentil yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan perselisihan tertentu. Kedudukan dan keberadaan arbitrase ini hanya untuk melayani dan memutuskan kasus perselisihan tertentu, setelah sengketa selesai maka keberadaan dan fungsi arbitrase ini berakhir dengan sendirinya.
2.      Arbitarse institusional
Arbitrase ini merupakan lembaga permanen yang tetap berdiri untuk selamanya dan tidak bubar meski perselisihan yang ditangani telah selesai.
Pemberian pendapat oleh lembaga arbitrase menyebabkan kedua belah pihak terikat padanya. Apabila tindakannya ada yang bertentangan dengan pendapat tersebut maka dianggap melanggar perjanjian, sehingga terhadap pendapat yang mengikat tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum atau perlawanan baik upaya hukum banding atau kasasi.

Sementara itu, pelaksanaan putusan arbitrase nasional dilakukan dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal putusan ditetapkan. Dengan demikian, lembar asli atau salinan otentik putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada panitera pengadilan negeri dan oleh panitera diberikan catatan yang berupa akta pendaftaran.

Putusan arbitrase bersifat final, dibubuhi pemerintah oleh ketua pengadilan negeri untuk dilaksanakan sesuai ketentuan  pelaksanaan putusan dalam perkara perdata yang keputusannya telah memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak, tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali.

Dalam hal pelaksanaan keputusan arbitrase internasional berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 1999, yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Sementara itu berdasarkan Pasal 66 UU Nomor 30 Tahun 1999, suatu putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum RI, jika telah memenuhi persyaratan sbb:

    putusan arbitrase internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan Negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional
    putusan arbitrase internasaional terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan
    putusan arbitrase internasional hanya dapat dilakukan di Indonesia dan keputusannya tidak bertentangan dengan ketertiban umum
    putusan arbitrase internasonal dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekutor dari ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak hari pernyataan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada panitera pengadilan negeri dimana permohonan tsb diajukan kepada ketua pengadilan negeri.

Terhadap putusan pengadilan negeri dapat diajukan permohonan banding ke MA mempertimbangkan serta memutuskan permohonan banding tsb diterima oleh MA.

3.      Perbedaan Perundingan, Arbitrase dan Ligitasi
a. Negosiasi atau perundingan
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara kompromi tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut secara baik.

b. Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah. Kebaikan dari sistem ini adalah:
1.      Ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas (karena sistem peradilan di Indonesia terbagi menjadi beberapa bagian yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan Tata Usaha Negara sehingga hampir semua jenis sengketa dapat diperiksa melalui jalur ini)
2.      Biaya yang relatif lebih murah (Salah satu azas peradilan Indonesia adalah Sederhana, Cepat dan Murah)
Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah:
1.      Kurangnya kepastian hukum (karena terdapat hierarki pengadilan di Indonesia yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung dimana jika Pengadilan Negeri memberikan putusan yang tidak memuaskan salah satu pihak, pihak tersebut dapat melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi atau kasasi ke Mahkamah Agung sehingga butuh waktu yang relatif lama agar bisa berkekuatan hukum tetap)
2.      Hakim yang "awam" (pada dasarnya hakim harus paham terhadap semua jenis hukum. namun jika sengketa yang terjadi terjadi pada bidang yang tidak dikuasai oleh hakim, maka hakim tersebut harus belajar lagi. Hal ini dikarenakan para pihak tidak bisa memilih hakim yang akan memeriksa perkara. Tentunya hal ini akan mempersulit penyusunan putusan yang adil sesuai dengan bidang sengketa. Hakim juga tidak boleh menolak untuk memeriksa suatu perkara karena hukumnya tidak ada atau tidak jelas. Jadi tidak boleh ada hakim yang menolak perkara. apalagi hanya karena dia tidak menguasai bidang sengketa tersebut.)
Berdasarkan konsekuensi bahwa putusan hakim akan memenangkan salah satu pihak dan mengalahkan pihak yang lain, maka berdasarkan hukum acara perdata di Indonesia Hakim wajib memerintahkan para pihak untuk melaksanakan mediasi (nanti akan dibahas lebih lanjut) untuk mendamaikan para pihak. Jika tidak dicapai perdamaian maka pemeriksaan perkara akan dilanjutkan. Meskipun pemeriksaan perkara dilanjutkan kesempatan untuk melakukan perdamaian bagi para pihak tetap terbuka (dan hakim harus tetap memberikannya meskipun putusan telah disusun dan siap untuk dibacakan). Jika para pihak sepakat untuk berdamai, hakim membuat akta perdamaian (acte van daading) yang pada intinya berisi para pihak harus menaati akta perdamaian tersebut dan tidak dapat mengajukan lagi perkara tersebut ke pengadilan. Jika perkara yang sama tersebut tetap diajukan ke pengadilan maka perkara tersebut akan ditolak dengan alasan ne bis in idem (perkara yang sama tidak boleh diperkarakan 2 kali) karena akta perdamaian tersebut berkekuatan sama dengan putusan yang final dan mengikat (tidak dapat diajukan upaya hukum).
c.Arbitrase
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja litigasi ini bisa dikatakan sebagai "litigasi swasta" Dimana yang memeriksa perkara tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter. Untuk dapat menempuh prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah "klausula arbitrase" di dalam perjanjian yang dibuat sebelum timbul sengketa akibat perjanjian tersebut, atau "Perjanjian Arbitrase" dalam hal sengketa tersebut sudah timbul namun tidak ada klausula arbitrase dalam perjanjian sebelumnya. Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase tersebut berisi bahwa para pihak akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sehingga menggugurkan kewajiban pengadilan untuk memeriksa perkara tersebut. Jika perkara tersebut tetap diajukan ke Pengadilan maka pengadilan wajib menolak karena perkara tersebut sudah berada di luar kompetensi pengadilan tersebut akibat adanya klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase. Beberapa keunggulan arbitrase dibandingkan litigasi antara lain:
1.      Arbitrase relatif lebih terpercaya karena Arbiter dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Arbiter dipilih oleh para pihak sendiri dan merupakan jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh pejabat peradilan manapun. Dalam hal para pihak tidak bersepakat dalam menentukan arbiter maka arbiter akan ditunjuk oleh ketua Pengadilan Negeri. Hal ini berbeda dengan litigasi karena para pihak tidak dapat memilih hakim yang memeriksa perkara. Calon arbiter yang ditunjuk juga boleh menolak penunjukan tersebut.
2.      Arbiter merupakan orang yang ahli di bidangnya sehingga putusan yang dihasilkan akan lebih cermat. Dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dinyatakan bahwa salah satu syarat untuk menjadi arbiter adalah berpengalaman aktif di bidangnya selama 15 tahun. Hal ini tentunya berbeda dengan hakim yang mungkin saja tidak menguasai bidang yang disengketakan sehingga harus belajar bidang tersebut sebelum memeriksa perkara.
3.      Kepastian Hukum lebih terjamin karena putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak. Pihak yang tidak puas dengan putusan arbitrase tidak dapat mengajukan upaya hukum. namun putusan tersebut dapat dibatalkan jika terjadi hal-hal tertentu seperti dinyatakan palsunya bukti-bukti yang dipakai dalam pemeriksaan setelah putusan tersebut dijatuhkan atau putusan tersebut dibuat dengan itikad tidak baik dari arbiter.
Sedangkan kelemahannya antara lain:
1.      Biaya yang relatif mahal karena honorarium arbiter juga harus ditanggung para pihak (atau pihak yang kalah)
2.      Putusan Arbitrase tidak mempunyai kekuatan eksekutorial sebelum didaftarkan ke Pengadilan Negeri.
3.      Ruang lingkup arbitrase yang terbatas hanya pada sengketa bidang komersial (perdagangan, ekspor-impor, pasar modal, dan sebagainya)






















BAB III
PENUTUP

Melalui penjelasan yang sudah ada saya dapat mengambil kesimpulan yaitu dalam penyelesaian Sengketa dalam Ekonomi dapat dilakukan dengan beberapa cara diantarnya melalui :
1. Negosiasi – > Suatu bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihak lawan dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.
2. Mediasi – > Pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian
3. Arbitrase – > Kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan.
Perbedaan ketiga terletak dari peran mereka dalam menyelesaikan suatu pertikain yang ada. Negosiasi tidak menggunakan pihak ketiga untuk menyelesaikan suatu pertikaian, Arbitrase diantara kedua pihak yang bertikai memerlukan pihak ketiga untuk menyelesaikan permasalahan mereka tetapi peran pihak ketiga ini hanya sebagai pemberi saran dan tidak mempunyai kekuatan untuk memutuskan suatu pertikaian tersebut. Sedangkan Arbitrase ialah Pihak ketiga yang dibutuhkan antara kedua pihak yang bertikai dan mempunyai kekuatan hukum yang kuat untuk memutuskan suatu permasalahan yang ada karena mereka tidak dapat menyelesaikan perikaian tersebut.











Referensi: